Sebagai pribadi yang cukup rempong, saya punya problema sendiri setiap kali belanja keperluan dapur. Saya malas menunggu ibu sayur yang mampir ke rumah. Kenapa?

Awalnya ada temen yang cerita soal perihnya dipencetin komedo oleh mbak-mbak salon. Saya lalu komentar sambil narsis dikit kira-kira komentar saya begini

"Pake hada labo kayak gue, Ceu.. Gue kalo ke salon, mbak salonnya suka muji 'pake apa mba? kok gak ada komedonya..' mwihihihihiii..."

Setelah komentar itu berentet komen-komenan panjang yang nanyain perihal Hada Labo ini. Beberapa hari kemudian saya juga share beberapa tulisan di UrbanMama soal skin care kesayangan saya yang susah banget dicarinya di Palembang. 1,5 tahun lalu saat saya pertama kali nyobain skin care ini, Hada Labo mudah banget ditemui di Giant, Guardian, Century, Hypermart, bahkan di minimarket macam Alfamart pun ada.  Setelah share itu makin banyak aja yang nanya, bahkan di grup whatsapp MamaShalihah pun jadi percakapan paling heboh dan paling menguasai topik hingga beberapa hari. Hebohnya lagi di grup ini ada pre-order starter pack Hada Labo lho hahaha....

Sejak kecil wajah saya gak pernah rewel. Gak berminyak, gak komedoan dan gak jerawatan. Sesekali jerawat muncul saat memasuki masa menstruasi. Setelah itu bersih lagi. Alhamdulillah. Tapi semua berubah saat negara api menyerang. Tetoooot... Semua berubah saat saya puber. Saya puber (kayaknya) waktu pertengahan tahun 2009, di usia saya yang baru mau menginjak 21 tahun. Tahun 2009 itu baru kenal yang namanya naksir orang, jatuh cinta, patah hati. Gak usah ditanya sama siapa. Orangnya sekarang sudah punya tiga anak hihihi...



Duh fokus des, lo lagi mau review skin care hahaha


Sejak jerawatan itu saya jadi mulai perhatian sama muka. Dari SMA emang udah rajin banget ke salon. Tapi ya cuma buat perawatan, gak buat edukasi (menurut ngana???). Saya gak tau bahwa jerawat selain dari kotoran bisa juga karena hormon dan pengaruh makanan. Jadi pas jerawatan saya facial di salon, ya atuh nambah banyak jerawatnya. Trus saya coba produk drug store yang standar, yang mudah didapat di minimarket terdekat. Hasilnya? Jerawat makin banyak. Heuh... Bayangkan! Nyeritainnya aja saya capek, gimana pas dulu ngaca ya hahaha..

Saya sebenernya lagi ngadain giveaway buat temen-temen saya di grup whatsapp Mama Shalihah. Oh iya salah satu ciri khas Mama Shalihah ini adalah tiap bulan pasti ada giveaway dan saya alhamdulillah sudah setidaknya tiga kali nerima hadiah dari giveawaynya Mama Shalihah hihihi.. Giveaway kali ini simple, cuma minta ibu-ibu muda tersebut ngeblog dan isi blognya harus menginspirasi. Boleh nulis apa aja. Mau resep, mau tips, tutorial, atau bahkan tata cara ngurus SIM sampai surat tanah. Apaaa aja yag penting bermanfaat buat orang lain.

Saya pernah liat tutorial bikin lampu tidur, desk lamp ya namanya? Desk lampnya itu dari botol yakult dan kaleng bekas. Tampilannya cantik banget, terutama gagang desk lamp yang menyerupai kayu. Padahal itu botol yakult yang disatuin. Keren deh.

Lalu saya kepikiran wah saya juga punya banyak botol yakult bekas, diapain ya..
Setelah jalan-jalan di pinterest, akhirnya saya nemu ide bikin cake stand. Cake stand itu apa? Itu lhooo yang buat naro kue, ada yang cuma satu ada juga yang bertingkat-tingkat biasanya dipake buat naro muffin atau cup cakes.

Seminggu yang lalu saat kami ke rumah ibu, ada setandan pisang yang sungguh saya gak tau jenisnya. Setandan pisang itu masih mentah, hijau. Ada beberapa yang sudah menguning tapi lebih banyak warna hijaunya. Jumat kemarin sang pisang sudah matang sempurna, bahkan ada beberapa yang sudah kehitaman. Karena bingung mau diapakan, bibi saya memasukkan beberapa pisang yang sudah menghitam ke dalam plastik lalu disimpan di kulkas. Entah apa maksudnya, mungkin bisa mencegah kerusakan.



Sebagai anti-mubazir-mom, saya berpikir keras pisang ini harus diapakan, harus habis pokoknya. Lalu terpikir untuk bikin bolu pisang alias banana cake. Kemarin banana cake a la Chef Farah Quinn sempat populer kan ya? Setelah cari-cari resep akhirnya saya eksekusi resep milik Bunda Nina ini.

Awal menikah saya dan suami mengalami long distance relationship, suami di Palembang sementara saya di Bogor. Kami bertemu sebulan sekali. Kalau ketemu langsung deh bikin agenda jalan berdua. Pacaran. Walau akhirnya setelah tujuh bulan berpisah kami tinggal satu atap, ternyata kebiasaan pacaran ini masih terbawa hingga sekarang. Kami masih suka nongkrong di cafe, ke tempat wisata, nonton berdua. Padahal di rumah anak kami sudah tiga.

“Ini satu-satunya grup whatsapp yang walau chatnya ribuan, aku bela-belain nyekrol..” Dan chat ini diretweet berjamaah oleh hampir semua anggota grup (ini grup whatsapp apa twitter hahaha).

“Suamiku bilang, jangan left grup Mama Shalihah, banyak ilmu disana..” testimoni salah satu anggota grup ini ternyata memancing copy-paste dari anggota grup lainnya. Para suami senang istrinya gabung di grup ini.

Logo Mama Shalihah