PNS, riwayatmu kini

Gak tau mesti ngoceh dimana. Jadi gue nulis di blog ini aja. Itung-itung memperbanyak jumlah posting muwehehe...

Gue kemaren nonton berita, ada kebijakan di satu daerah yang melarang PNSnya bawa kendaraan pribadi. Biar gak macet, biar go green.

Bagus.
Tapiiiii... ada yang harus ditinjau lagi. Ini menurut gue aja nih. Yang cuma ibu rumah tangga dan gak pernah jadi PNS.

Pertama masalah naik apa dong PNSnya ke kantor? Angkot? Ojeg? Kebetulan gue pernah tujuh tahun tinggal di daerah yang baru nerapin aturan ini. Di kota itu angkot rutenya luar biasa awut-awutan. Ada kali jarak 2 kilo (meter) kita kudu ganti angkot lagi. Gak efisien. Sungguh. Terlebih sekarang bbm naik dan ngefek ke ongkos yang naik juga. Sedang gaji pns yang gak naik.

Ojeg? Lu tau sendiri naik ojeg lebih mahal dari naik taksi. Ini pns, bukan direktur minyak asing.
Sepeda. Iya mungkin. Tapi jalanan kita gak berpihak sama pengendara sepeda. Belum lagi jika sang pns pendapatannya pas pasan rumahnya beli di pelosok kabupaten, gimana ceritanya.
Sejujurnya gue bingung dengan kebijakan pemerintah Indonesia tercinta merdeka-merdeka soal aturan buat PNS. Okelah kita lupakan kebijakan pemerintah yang melarang PNS naik kendaraan pribadi ke kantor. Masih lumayan oke itu. banyak kebijakan baru terkait PNS, mari kita tengok. soal kebijakan lain seperti PNS dilarang rapat di hotel, PNS rapat makan singkong, dan undangan pernikahan PNS cuma 400.

Rapat di hotel bisa diganti dengan bikin ruang rapat sendiri yang bagus. Ini ide bagus dan futuristik. Kan kalo gedungnya ada bisa hemat anggaran ke depannya. Tapi rapat makan singkong? Ayolaaaaah seberapa besar makan singkong menghemat anggaran dan memihak petani kita? Lha wong setelah kebijakan ini diputuskan kita malh mengimpor singkong. Dan soal nikah 400 undangan. Oh sungguh itu lebay! Rejeki PNS kan bisa dari mana aja. Kok kayak dibatasi gitu, bisa jadi ortunya kaya, atau apa kek. Lagian nikah kan gak pake uang negara. Kecuali pas nikah korupsi dulu.
Gue kok ngeliatnya kebijakan pemerintah yang sekarang tampak macam mencekik masyarakat menengah ke bawah dan masyarakat bawah. PNS seberapa banyak sih yang kaya. kalo kaya bisa jadi suaminya PNS tapi istri pengusaha kan ya.

Entahlah, gue ngerasa kebijakan pemerintah baru ini kayak memihak golongan tertentu. Kalo pemerintah beneran sederhana, harusnya kebijakannya memihak masyarakat yang beneran makan singkong karena gak tau mau makan apa lagi, memihak masyarakat yang pake baju cuci kering pake, bukan yang bajunya putih setiap hari tapi harganya jutaan. Memihak masyarakat yang boro-boro naik pesawat ekonomi - diliput media isinya paspampres semua - naik angkot pun susah.
Cobalah jangan cekik rakyat macam kami lagi. Jangan pernah lupa dongeng gajah dan semut. Semut memang kecil tapi gajah tak kan berani injak semut lagi.

BBM bisa murah kalo kita gak beli ke tangan ketiga lagi. Harusnya mungkin gitu kebijakannya. Tapi kita... ah sudahlah, tau apa gue...

Maka mari kita doakan negara kita tetap merdeka, gak perang, ibu suri (yang gue kira wanita tua jahat biasa yang ingin menguasai dunia ternyata dia lumayan licik juga) dikirim ke angola, dan presiden kita kalo masih gitu-gitu aja diekspor ke uganda.
Salam jari-jarian

You Might Also Like

3 comments

  1. yabar ya kak.. sabar.. sabaaaaaaar....
    adek mu lagi berjuang mau jadi CPNS nih...
    lagi nunggu pengumuman..
    adek jadi galau gak.. galau... sungguh...

    kerja swasta / negeri ya bedanya di aturan mainnya.. plus minus sih kak, ga semuanya "gak" enak juga kok..

    salam duaribu #BBM hehe

    ReplyDelete
  2. Suami saya sehari-hari ke kantor bawa motor. Mau bawa mobil, gak kuat menghadapi macet Jakarta. Mau naik kendaraan umum, setelah dihitung-hitung ongkosnya malah jadi lebih mahal dibanding bawa kendaraan pribadi. Untung aja dia bukan PNS. Kalau PNS kayaknya berat diongkos.

    ReplyDelete
  3. Move on Des, Move on..hahahhahaaahha

    Presiden kita kirim aja ke Uganda. Yang sepakat mana suaranyaaa????

    ReplyDelete

Terima kasih sudah membaca, silakan tinggalkan komentar di tulisan ini